Mazmur 2:1-12
Nyanyian dari Mazmur 2:1-12 ini mungkin dinyanyikan pada hari
pemahkotaan raja. Hal ini didukung oleh
ayat 1-3. biasanya apabila ada
pergantian takhta raja-raja taklukkan mengadakan permufakatan untuk memberontak. Namun mungkin pula pada hari ulang tahun
pemahkotaan tersebut. Hal ini
diisyaratkanoleh ayat 7 yang rupanya menunjuk kepada apa yang telah terjadi.
Lasor mencatat tidak pasti apakah
Mazmur 2 digunakan pada kebaktian pengurapan, atau peringatan ulang tahun naiknya raja atas
tahta, atau kedunya. Menurutnya, mazmur
ini menyoroti peranan raja dalam ibadat Israel, harapan dan hak yang dibebankan
pada anak-anak Daud berdasarkan perjanjian Allah.[1]
Bentuk
nyanyian kitab Mazmur 2:1-12 ini terdiri dari empat bait dan setiap bait terdiri
dari tiga ayat; ayat 1-3 lukisan (keheranan raja) tentang pemufakatan
bangsa-bagsa melawan Tuhan dan yang diurapi-Nya; ayat 4-6, pernyataan tentang
reaksi Tuhan atas permufakatan tersebut, ayat 7-9, pernyataan raja tentang
kekuasaan yang diberikan Tuhan kepadanya, ayat 10-12, peringatan raja kepada
pemimpin dunia untuk bertindak bijaksana.
Nyanyian ini termasuk 'jenis' mazmur
raja'. Marie C. Barth dan B.A. Pareira
mencatat bahwa pasal-pasal yang termasuk dalam mazmur raja tidak memiliki pola
dan ciri-ciri. Karena ditinjau dari
sudut isinya, latar belakang konkritnya cukup berbeda, mereka dikelompokkan
dalam suatu jenis hanya karena kesatuan temanya, yakni karena berbicara tentang
raja.[2]
Puisi terdiri dari
baris-baris. Setiap ayat puisi Ibrani
pada umumnya terdiri dari dua baris atau bikolase, tetapi kadang-kadang juga
tiga baris atau trikolase. Puisi Ibrani
mengenal dua macam irama, yakni irama tekanan suku kata dan irama arti. Hal
yang lebih penting dalam usaha mengerti mazmur ialah mengenal irama
artinya. Yang dimaksud dengan irama arti
ialah kesejajaran atau perimbangan gagasan atau pikiran antar baris. Istilah yang lebih terkenal ialah paralelisme
atau paralelisme membrorum.
Paralelisme ini tampak
dalam empat macam bentuk. Paralelisme
yang sinonim (searti), artinya gagasan dalam baris pertama (disebut pula kolon
a) diperdalam dalam baris kedua (disebut pula kolon b) dengan kata-kata lain. Paralelisme yang sinonim terdapat dalam
Mazmur 2:3,
“Marilah
kita memutuskan belenggu-belenggu mereka,
dan membuang
tali-tali mereka.”
Paralelisme yang
antitesis, artinya baris kedua menegaskan gagasan dari baris pertama dari sudut
yang berlawanan. Dalam Mazmur 2 tidak
terdapat paralelisme yang antitesis.
Paralelisme yang
sintetis, artinya baris kedua melanjutkan atau melengkapi gagasan dalam baris
pertama. Paralelisme yang sintetis
terdapat dalam Mazmur 2:6,
Akulah yang telah melantik raja-Ku di Sion,
gunung-Ku yang kudus.
Paralelisme
perbandingan, artinya baris yang satu memperjelas gagasan dalam baris yang lain
melalui suatu perbandingan. Dalam Mazmur
2 tidak terdapat paralelisme perbandingan.
Perikop dalam Mazmur
2:1-12 tidak terdapat imagery simile tetapi
banyak mengandung kalimat metafora yaitu kalimat perbandingan secara
tidak langsung.
Ayat 4 terdapat
kalimat,”Dia, yang bersemayam di surga tertawa; Tuhan mengolok-olok
mereka.” Secara literal Tuhan tidak
'tertawa' dan 'mengolok-olok' namun pemazmur menggambarkan bahwa Tuhan sedang
tertawa dan mengolok-olok mereka yang bermufakat melawan Tuhan dan yang
diurapinya sebagai bentuk pembelaan kepada yang diurapi-Nya. Jadi, sebenarnya Tuhan tidak tertawa dan
mengolok-olok.
Ayat 8 terdapat
kalimat,”Mintalah kepada-Ku, maka bangsa-bangsa akan Kuberikan kepadamu menjadi
milik pusakamu, dan ujung bumi menjadi kepunyaanmu.” Pusaka secara harafiah adalah senjata namun
disini dikatakan bahwa bangsa-bangsa akan diberikan sebagai milik pusaka
artinya bangsa-bangsa akan diberikan sebagai jajahan dan dijadikan sebagai
milik kepunyaan. Demikian pula tidak ada
ujung bumi. Arti yang sebenarnya adalah
bahwa kekuasaan raja yang diurapi akan sangat luas dan sangat berkuasa.
Tafsiran Mazmur
2:1-12
1.
Pemberontakan Bangsa-bangsa (ayat 1-3)
Nyanyian ini dibuka dengan suatu
pertanyaan keheranan sang raja melihat kegaduhan bangsa-bangsa tetangga yang
berada di bawah taklukannya. Raja-raja
atau para pemukanya bangkit berkumpul dan mengadakan permufakatan untuk
membebaskan diri dari belenggu penjajahan sebagai orang taklukan. Raja heran melihat permufakatan pemberontakan
ini karena hal itu adalah sia-sia. Sebab
perbuatan ini tidak lain daripada melawan Tuhan dan yang diurapiNya.
Kata 'bangkit' digunakan wb’C.y:t.yI (yìºtyaccübû), set yang
artinya mengambil satu tindakan. Kata wb’C.y:t.y berasal dari
akar kata bc;y"
yatsab {yaw-tsab'} yang mendapat awalan t.y dan akhiran
w. Hal ini menunjukkan bahwa kata ini
merupakan kata kerja imperfek orang
ketiga maskulin jamak yang menyakantakan suatu tindakan, proses atau kondisi
yang belum selesai dilakukan, bukan hanya itu, imperfek menjelaskan tentang
tindakan yang akan diselesaikan tetapi juga yang belum dimulai.[3] Mungkin ini adalah 'future' dari titik
pandang saat ini. Bentuk hithpael pada
dasarnya mengekspreskan tindakan refleksif, yaitu suatu tindakan yang dilakukan
oleh subjek kepada dirinya sendiri.
Jadi, maksud dari kata ini adalah
suatu tindakan yang sudah atau akan dilakukan oleh bangsa-bangsa, yaitu melawan
yang diurapi-Nya, namun hal ini belum selesai dikerjakan.
Guthrie mengatakan bahwa setiap
pemberontakan melawa Allah dianggap tidak ada dasarnya. Kekuatan kolektif bangsa-bangsa da suku-suku
bangsa hanya akan merupakan persekongkolan yang sia-sia.[4]
Bart mencatat “Raja ialah yang yang
diurapi Tuhan, tidak dapat dijamah . . . (1 Sam. 26:9).”[5] Sedangkan Pfeifer mencatat “tidak masuk akal
orang-orang yang berusaha memberontak terhadap ketetapan yang mahakuasa. Pemberontakan mereka terhadap umat Allah dan
rajanya dianggap sebagai serangan terhadap Allah sendiri.”[6]
2. Jawaban Allah (ayat 4-6)
Karena pemufakatan raja-raja dunia
melawan “yang diurapi”, hal ini memicu pembelaan Allah turun atas umatNya. “dia...tertawa...maka berkatalah ia”, ini
merupakan sebuah antropomorfisme yang gamblang yang melukiskan perbedaan yang
tajam di antara para raja kecil yang ketakutan dengan pemimpin tertinggi yang
mengolok-olok mereka. Kata tertawa qx'_f.yI dari akar
kata qx;f' yang
mendapat awalan yI berpola verb qal participle masculine singular.
Partisipel adalah kata sifat yang
berasal dari kata kerja, menggambarkan partisipasi dalam tindakan yang
dilakukan oleh kata kerja. Kata ini
menjelaskan sesuatu yang sedang dilakukan secara berulag-ulang oleh orang
banyak di masa sekarang.
Kata tertawa disini bukanlah secara
literal diterjemahkan bahwa Allah tertawa tapi ini hanyalah gambaran dari
pemazmur yang menyatakan bahwa Allah menertawakan mereka yang bersepakat
melawan Tuhan dan yang diurapi-Nya.
Tuhan bukanlah Allah yang tidak
memperhatikan usaha pemberontakan ini.
Ia bukan hanya menertawakan mereka namun juga akan menyatakan kuasaNya
dengan memberitahukan kepada mereka siapakah raja Israel itu. Barth menuliskan,”Bukan manusia yang melantik
raja Israel tetapi Tuhan sendiri.”[7]
3. Rencana Untuk Yang Diurapi (ayat 7-9)
Ayat 7 dituliskan,”. . . Anak-Ku
engkau! Engkau telah Kuperanakkan pada
hari ini.” Pfeiffer menuliskan,”istilah
kuperanakkan merupakan bagian dari perumusan adopsi di timur yang dipakai dalam
hukum hamurabi.”[8] Sementara itu Barth juga menuliskan bahwa
gagasan raja sebagai putera dewa terdapat terutama di Mesir. Raja dilahirkan dari persenggamaan dewa
dengan permaisuri raja. Namun gagasan
kelahiran biologis dan misitis ini tidak terdapat di Israel. Raja Israel menjadi putera Tuhan pada hari
ini, artinya pada hari pemahkotaan.[9]
Berdasarkan firman pengangkatannya
menjadi putera Allah tersebut raja mempunyai hak dan kewajiban istimewa. Tuhanlah yang memiliki segala bangsa, maka
kepada putera bangsa-bangsa itu diberikan sebagai milik pusaka dengan
menaklukkan mereka.
4. Nasihat Kepada Para Raja (ayat 10-12)
Setelah menerangkan siapakah raja
sebenarnya dalam hubungannya dengan Tuhan, mereka diperingatkan untuk bertindak
bijaksana, menerima pengajaran Tuhan.
4.1. Beribadahlah kepada Tuhan dengan takut (ayat
11)
Beribadah dalam bahasa Ibrani adalah
b;[' `abad
{aw-bad'} db[
berpola
verb
qal imperative masculine plural (kata kerja perintah maskulin jamak) artinya melayani yang lain. Raja yang diangkat sendiri oleh Tuhan
diberikan perintah pengajaran untuk saling melayani. Kata beribadahlah kepada Tuhan dengan takut
memiliki pengertian supaya dapat saling melayani sebagai bukti takut kepada
Tuhan
4.2. Ciumlah
kakiNya dengan gemetar (ayat 11)
Ciumlah kakiNya dengan gemetar,
dalam KJV dikatakan “Kiss the Son”(ciumlah putera). Kata “ciumlah putera” rasanya sukar
diterangkan; kata “putera” yang digunakan dalam naskah ibrani adalah kata Aram
'bar' dan bukan kata ibrani 'ben' seperti pada ayat 7. Kata 'ciumlah putera' dalam teks dituliskan rb;‡-WqV.n: (naššüqû-bar). Owens menulis rB; (bar) noun
masculine singular (kata benda tunggal maskulin) a son (putera).[10]
Kata cium digunakan kata qv;n" (nashaq) yang
artinya to touch gently (memegang/menyentuh dengan lembut) dengan stem verb
piel imperative masculine plural. Piel
menyatakan tindakan yang sengaja dilakukan yang bersifat perintah. Kata qv;n dalam bahasa Indonesia Terjemahan Baru
diterjemahkan sebagai 'cium', dalam KJV diterjemahkan dengan 'kiss'
(mencium/cium), dan dalam Bahasa Indonesia terjemahan Lama diterjemahkan
sebagai 'hormatilah.'
Dalam tradisi Jawa, ketika ada seorang
raja yang baru naik tahta atau dinobatkan menjadi raja, maka akan ada
penghormatan kepada raja dengan cara berlutut dan menyembah. Mungkin dalam tradisi Israel, dalam penobatan
seorang raja maka sebagai bentuk penghormatan kepada raja yang baru adalah
dengan cara menyentuh tahta raja. Dengan
demikian penulis lebih setuju bila kata qv;n" (nashaq) diterjemahkan sebagai penghormatan.
Barth dan Pareira menjelaskan bahwa
terjemahan Alkitab mengikuti usul
'perbaikan' teks dari Bertholet. Usul
ini sekarang cukup banyak diterima.
Namun pada hemat mereka, 'perbaikan' ini rasanya agak sewenang-wenang
karena mengndaikan perpindahan kata-kata yang cukup besar. Barangkali kata-kata 'ciumlah putera'
merupakan suatu tambahan untuk 'melengkapi gagasan pada ay 11 dengan
penghormatan kepada 'putera allah' pula.[11]
Aplikasi
Dalam hidup seringkali manusia
dihadapkan dengan banyak musuh. Dalam
pekerjaan, pelayanan, masyarakat dan lain sebagainya. Ketika ada banyak ancaman maka cara yang
paling baik dan benar adalah datang meminta pertolongan kepada Tuhan dan
menantikan pertolongan-Nya.
[1] W.S. Lasor, D.A. Hubbard, F.W.
Bush, Pengantar Perjanjian Lama 2 (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2000),
hlm.55.
[2] Marie C. Barth dan B.A. Pareira,
Tafsiran Kitab Mazmur 1-72 (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2003),
hlm.67.
http://www.sabda.org/sabdaweb/tools/lexicon/?w=08851
[4] Donald Guthrie, Tafsiran
Alkitab Maza kini 2 Ayub-Maleakhi (jakarta: BPK Gunung Mulia, 1976),
hlm.126.
[5] Ibid., hlm. 131.
[6] Charles F. Pfeiffer dan Everett F.
Harrison, the wycliffe bible commentary (Malang: Gandum
Mas,2005), hlm. 122.
[7] Barth, Op.cit.,
hlm. 132.
[8] Pfeiffer, Op.cit.,
hlm. 122.
[9] Barth, Op.cit.,
hlm. 133.
[10] John Joseph Owens, Analytical
Key to The Old Testament Vol. 3 (Michigan: Baker Book House, 1996), p.
261.
[11] Barth dan Pareira, Op.cit.,
hlm.133.